Jakarta -- Kebijakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam mempertahankan dan mengembangkan sektor pertanian terus diupayakan dengan berbagai kegiatan yang produktif. Pada tahun 2018 dicanangkan “Desain besar pertanian perkotaan DKI Jakarta tahun 2018-2030” yang menjadi acuan dalam pengembangan pertanian perkotaan di DKI Jakarta, yang diharapkan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat perkotaan akan buah dan sayuran segar yang bermutu dan siap dikonsumsi dengan harapan menjadi semakin meningkat.
Dengan luas daratan sekitar 650 km2, hanya 13% tersisa untuk lahan pertanian, sedangkan konsumsi buah dan sayur di DKI Jakarta hanya 180 g/hari pada urutan yang paling kecil. Salah satu masalah adalah keterbatasan lahan, alih fungsi lahan-lahan produktif, meningkatnya kebutuhan pangan seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk.
Pada kondisi seperti ini, diperlukan inovasi teknologi untuk pemanfatan pekarangan secara optimal. Salah satunya, yaitu budidaya dengan cara hidroponik.Sistem ini sangat cocok dan sesuai untuk dikembangkan di DKI Jakarta, karena tidak membutuhkan lahan yang luas, bebas residu pestisida, pemanfatan lahan lebih efisien, kuantitas dan kualitas produksi lebih tinggi, penggunaan pupuk dan air lebih efisien, pengendalian OPT lebih mudah, lebih bersih dan produktivitasnya lebih tinggi dibandingkan dengan sistem konvensional.
BPTP Jakarta sebagai salah satu Institusi dari Badan Litbang Pertanian terus melakukan kajian teknologi, kususnya budidaya hidroponik. Beberapa kegiatan hidroponik yang sudah dilakukan masih sebatas sayuran daun (sawi, pakchoy, bayam, seledri maupun jenis sayuran yang lain).
Selain itu juga dilakukan pada Selada Betawi, sayuran varietas lokal dan merupakan salah satu kekayaan SDG di DKI Jakarta yang mempunyai rasa renyah dan manis, tetapi masih jarang yang membudidayakan. Budidaya Melon hidroponik, juga pernah dilakukan, untuk mengetahui varietas melon yang adaptasi untuk dikembangkan di DKI Jakarta.
Pada bulan Februari 2020 juga telah dilakukan budidaya bawang merah secara hidroponik, padahal pada bulan-bulan ini, masih cukup tinggi intensitas curah hujannya. Tetapi dengan hidroponik system DFT, ternyata cukup berhasil untuk menghasilkan umbi bawang yang dipanen pada tanggal 20 April 2020.
Budidaya bawang merah yang ditanam adalah varetas Sembrani dan Trisulla, yang merupakan benih umbi dari bawang merah generasi ke empat, yang diperoleh dari hasil kajian yang telah dilakukan pada TA. 2018. Kedua varietas bawang merah ini dianjurkan untuk dibudidayakan saat musim penghujan. Budidaya bawang merah hidroponik ini, dilakukan yang bertujuan untuk menguji beberapa jenis media tanam (Zeolite, Arang Sekam dan campuran Zeolite dan Arang Sekam) yang optimal untuk pertumbuhan dan hasil pada bawang merah varietas Sembrani dan Trisulla.
Budidaya ini dilakukan di halaman BPTP Jakarta, dengan hidroponik system DFT, dilakukan pada 3 set perangkat/rak aquaponik, yang bisa digunakan untuk budidaya secara hidroponik. Perangkat ini memang tidak menggunakan atap plastik, karena bawang merah membutuhkan intensitas sinar matahari minimal 80%. Dari hasil yang telah dilakukan, menunjukkan tanaman bawang merah mendapatkan intensitas sinar matahari yang cukup untuk pertumbuhannya, walaupun masih sering diselingi curah hujan yang cukup tinggi.
Hal ini terbukti dari umbi yang dihasilkan cukup lumayan. Untuk OPT yang muncul pada saat dilakukan budidaya bawang merah, adalah ujung daunnya kuning, yang disebabkan oleh air hujan. Untuk menekan perkembangan penyakit tersebut dilakukan penyemprotan “Bioprotektor” sebanyak 2 kali (saat umur 6 minggu), diselingi dengan penggunaan “Score” 2 kali, ternyata menekan perkembangan ujung kuning pada daun bawang tersebut. Penggunaan nutrisi hidroponik, cukup dengan 1200 ppm.
Dari hasil budidaya yang telah dilakukan, menunjukkan bahwa dengan menggunakan media tanam campuran zeolite + arang sekam dan arang sekam, menghasilkan berat umbi/gelas aqua yang lebih tinggi, masing- masing 48,33 gram dan 48 gr. Sedangkan dengan menggunakan zeolite menghasilkan 35,01 gram, selain itu dengan system hidroponik, ternyata waktu panen menjadi lebih cepat 1 minggu, dibandingkan dengan budidaya yang dilakukan dengan system konvensional.
Kepala BPTP pada Tabloid Sinar Tani, menyampaikan bahwa terdapat hikmah dibalik pandemic Corona. Dengan suasana dan situasi yang sulit ini, kita bisa mendapatkan hikmah, betapa pentingnya pertanian dan harus terus mengupayakan teknik budidaya yang memungkinkan untuk dilakukan pada kondisi seperti ini, selain itu untuk mengantisipasi melonjaknya harga bawang merah, budidaya bawang merah secara hidroponik dan aquaponik tentunya dapat digunakan sebagai salah satu alternative untuk dilakukan di rumah, karena cukup mudah. (Emi Sugiartini).
Selamat Mencoba …….